Senin, 05 Mei 2008

Tugas Teori Perbandingan Politik, Sem VI

Perbandingan Demokrasi ala Indonesia dan Brazil

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Demokrasi ala Indonesia

Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemil. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Pada masa tersebut Soekarno mengumumkan tentang jabatan presiden yang akan dirangkulnya menjadi presiden seumur hidup. Sampai pada tahun 1966 yaitu saat keluarnya Surat Sebelas Maret (SUPERSEMAR) Soeharto terpilih untuk menggantikan Soekarno. Entah apakah benar atau tidak, namun keabsahan dari Supersemar itu sendiri masih diragukan sampai saat ini.

Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, pada masa ini Indonesia mengalami kepemimpinan diktator yang didominasi oleh para militer bawahan Soeharto. Namun yang patut diacungi jempol adalah bahwa Soeharto mampu membawa Indonesia yang pada awalnya mengalami kemerosotan ekonomi dan pangan, menjadi suatu Negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Rakyat Indonesia merasakan kemakmuran yang merata, surplus yang terus naik, dan Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto menjadi salah satu Negara yang disegani dunia internsional. Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Tahun 1998 tersebut dinamakan tahun reformasi atasnya tergulingnya rezim orde baru dengan kepemimpinan militer Soeharto yang telah menjabat presiden selama kurang lebih 32 tahun. Bukan tanpa pengorbanan, penggulingan tersebut terlaksana. Banyak nyawa yang tergadaikan dengan cara gugur ataupun hilang sampai saat ini. Seperti pada kasus kerusuhan Semanggi, dimana beberapa nyawa terpaksa melayang atas bentrokan yang terjadi antara tentara dengan warga sipil yang menginginkan mundurnya Soeharto. Begitu juga saat peristiwa Trisakti bergulir, beberapa mahasiswa Trisakti yang cenderung vocal menyuarakan aspirasi rakyat dinyatakann hilang karena penculikan yang diduga dilakukan oleh Kopassus dengan pimpinan Letjend (Purn) Prabowo Subiyanto..

Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan dengan menempatkan Megawati sebagai pemenang Pemilu. Untuk selanjutnya rakyat Indonesia mampu merasakan gelombang demokrasi dengan ditandai pemilu presiden yang bisa mereka tentukan sendiri selama kurang lebih dua kali putaran pemilu sampai dengan saat ini. Demokrasi tersebut diharapkan dapat berjalan sebagai mana mestinya, walaupun dalam proses kampanye presiden “money politics”selalu diberlakukan seperti pembagian uang pada masyarakat miskin calon pemilih dengan harapan mereka dapat memlilih sipemberi tersebut.

Namun, hal tersebut untuk saat ini sudah jarang mencapai hasil yang maksimal. Bersyukurlah, rakyat Indonesia saat ini telah banyak mengalami “kepintaran” walaupun tingkat pendididkan Indonesia mengalami ketimpangan. Pambagian uang atau sekedar sembako pada para masyarakat yang notabene miskin tetap dilaksanakan, namun masyarakat tersebut kadang memilih capres lainnya. Hal ini juga berlaku pada pemilihan dibawahnya, sepert pemilihan camat, bupati, ataupun gubernur.

Walaupun kehidupan demokrasi telah dicapai bangsa Indonesia, bahkan kita patut bangga karena prestasi tersebut diakui dunia Internasional, namun untuk berbagai kelanjutan kebaikan Indonesia demokratisasi tersebut harus selalu dijaga dan dibenahi. Seperti kehidupan demokrasi saat ini bisa dikatakan mengalami “keabu-abuan”. Saya sendiri pun bingung, apakah ini yang dinamakan demokrasi yang selama ini dielu-elukan oleh rakyat Indonesia. Saya namakan demokrasi Indonesia saat ini dengan “Demokrasi Bablas”. Kata demokrasi telah banyak disalah gunakan oleh pihak-pihak yang mempunyai tujuan tertentu. Banyak sekali terjadi demonstrasi destruktif yang mengatasnamakan ketidak demokrasian Indonesia. Kerap terjadi penentangan keputusan yang dianggap terdapatnya ketidak adilan. Seperti pada kasus Pilkada Polewali Mandar, Sulawesi. Rakyat pendukung suatu pihak tidak terima atas kemenangan yang di raih oleh pihak lawan. Mereka menganggap Pilkada tersebut telah jalan dengan berbagai kecurangan. Entah siapa yang sejatinya benar-benar benar. Kita tetap berharap Indonesia dapat menemukan demokrasi yang sejati yang setidaknya dapat menguntugkan semua pihak tanpa membuat pihak lain merana. Hal tersebut bisa diawali pemerintah dengan memperbaiki basis-basis ekonomi dan social yang telah ada. Selain itu rakyat Indonesia pun berhak tertuntaskan dari segala macam ancaman kehidupan.

Demokrasi ala Brazil

Brazil adalah salah satu Negara Dunia Ketiga yang termasuk Negara besar. Brazil memainkan peran yang penting dalam hubungan internasional di kawasan Selatan Benua Amerika. Meski negeri ini mewarisi tradisi Portugal, di mana sebagian Amerika Latin adalah bekas koloni Spanyol, namun keberadaan dan posisinya akan sangat berpengaruh dalam trend maraknya ide-ide sosialisme. Sosialisme pemerintah Brazil berbeda dengan yang lebih dahulu diterapkan di Kuba dan sosialisme yang belakangan diserukan oleh Hugo Chavez dan Evo Morales. Banyak kalangan menilai sosialisme pemerintah Brazil lebih moderat. Transisi Brazil dari koloni menjadi Negara yang merdeka tidak seperti yang dialami oleh banyak Negara Amerika Latin lainnya yang melaluinya dengan praktek bersenjata, transisi yang dialami Brazil berjalan dengan damai.

Cenderung berbeda dengan Indonesia, dimana transisi demokrasinya mengalami proses kekerasan, di Brazil transisi menuju kehidupan yang demokrasi berjalan dengan aman dan damai. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena adanya pertumbuhan ekonomi Brazil yang cenderung cepat yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga menjadikannya dapat digunakan sebagai basis demokratisasi.

Kaum militer Brazil mempunyai pengaruh dan posisi yang menentukan dalam pemerintahan. Sejak tahun 1964, para militer itulah yang memnentukan arah politik Negara tersebut.keadaan seperti ini jelas berbeda setelah sebelumnya para militer tersebut berperan hanya sebatas menangani masa transisi di antara pemerintahan sipil saja. Kaum militer Brazil saat itu mendapatkan pendidikan dari Amerika yang menekankan pada pentingnya pemeliharaan keamanan dalam negeri yaitu harus terbebas dari berbagai ancaman yang datang lebih banyak dari dalam negeri daripada luarnegeri. Oleh sebab paham ini, militer Brazil sangat menguasai pemerintahan dan tidak mau bergantian dengan warga sipil. Dalam kekuasaannya, kaum militer melaksanakan pembubaran partai-partai lama dan membentuk partai mereka sendiri. Dan dalam menjalankan roda pemerintahan mereka lebih bergantung pada keahlian para teknokrat daripada para politisi partai.

Sebaliknya kaum buruh dan tani sangat sangat dibatasi organisasinya, terbatas pada organisasi yang diciptakan Negara atas nama mereka, apabila kaum buruh dan tani tersebut mencoba menciptakan organisasi sendirir, maka mereka akan ditindas. Para kaum militer yang berkuasa memiliki dukungan penuh dari suatu partai politik yang dibentuk oleh politisi-politisi sipil yang konservatif, disebut dengan ARENA (Alianca Renovadora Nacional), selain itu juga terdapat partai oposisi bentukan negara yang hanya digunakan sebagai pendudkung kebijaksanaan pemerintah saja yaitu MBD (Movimento Democratico Brasileiro), namun pada akhir 1970an yaitu saat reformasi kepartaian berjalan,MBD beraktivitas sebagai partai oposisi yang sebenarnya.

Pada 1980an kepercayaan terhadap militer mulai berkurang. Tahun 1984 ribuan orang Brazil turun ke jalanan untuk menuntut pemilihan presiden secara langsung. Pemerintahan militer kemudian segera mengatur untuk memenuhi tuntutan publik dan segera melakukan pemilihan presiden secara langsung. Kebijakan yang diambil pada awalnya adalah dengan membentuk sistem Electoral College, sebagaimana diterapkan juga pada pemilihan presiden Amerika Serikat. Sistem pemilihan ini sebetulnya terdiri dari dua tahapan. Tahap pertama adalah pemilihan yang dilakukan oleh seluruh rakyat yang telah memiliki hak. Tahap kedua, hasil dari pemilihan pertama kemudian dikalkulasikan di setiap negara bagian untuk kemudian berlaku the winner takes all untuk suara Electoral dimana delegasi-delegasi kongresional lah yang memilih presiden. Jadi bukan pemilihan presiden yang benar-benar dilakukan secara langsung. Itulah sebabnya, kekecewaan publik yang tereprentasikan dengan reli-reli unjuk rasa tetap marak dilakukan untuk menekan pemerintahan. Hasilnya, demonstrasi publik yang masif memecah kekuatan politik pemerintah. Banyak pendukung pemerintah dalam Electoral College yang melakukan penghianatan dengan tidak memilih calon yang diajukan rezim militer. Rezim militer dikalahkan dalam pemilihan umum 1984. Kandidat yang terpilih dalam Electoral college adalah Tancredo Neves, Gubernur Negara Bagian Minas Gerais. Tancredo Neves menjadi presiden Brazil pertama dari kalangan sipil sejak 1964. Kubu sipil ini kemudian menunjuk José Sarney sebagai wakil pejabat wakil presiden. Sayangnya Tancredo Neves, yang saat itu berusia 74 meninggal pada bulan April 1985. Sarney sendiri adalah pemimpin partai pemerintah di Senat. Dia memegang peranan penting untuk meyakinkan para pendukung rezim berkuasa untuk berbalik mendukung kekuatan sipil. José Sarney diambil sumpahnya sebagai Presiden. Segera setelahnya, ia berhadapan dengan dua permasalahan utama; yaitu krisis ekonomi dan kewajiban untuk mengawal transisi menuju demokrasi.

Organisasi-organisasi buruh muncul kembali saat kekuasaan kembali ke tangan sipil pada 1985, dan pusat organisasi buruh dilegalkan. Selama dekade 1990-an, organisasi buruh ini tumbuh hingga ribuan jumlahnya termasuk di pedesaan dan para profesional. Untuk memayungi organisasi-organisasi ini dibentuk Central Única dos Trabalhadore (Pusat Organisasi Pekerja) dan the General Confederation of Workers, keduanya dibentuk pada 1983. Presiden Lula da Silva adalah salah satu aktivis pekerja yang turut mendirikan Central Única dos Trabalhadore. sedang organisasi lain adalah organisasi yang bergerak di bidang yang spesifik, seperti organisasi para pekerja pabrik baja, dan sektor-sektor ekonomi lainnya seperti perdagangan, transportasi, dan pendidikan

Kesimpulan

Hingga saat ini kekuatan rakyat masih terlalu dini untuk dikatakan matang untuk mengambil alih kekuasaan politik dari tangan imperialisme dan antek-anteknya. Kekuatan rakyat harus mampu menguji perjaungan secara multi-sektor dengan melatih pertempuran dengan persatuan sebagai alat utamnya. Buruh, tani, miskin kota, intelektual, harus mampu melakukan praktek penguatan gerakan rakyat secara terpimpin. Kondisi ekonomi yang kian memprihatinkan, seharusnya mampu untuk diolah sebagai sebuah senjata pemantik kemarahan rakyat. Meluasnya protes kontrak dikalangan buruh, harga gabah petani yang semakin murah akibat liberalisasi impor pangan, kian mahalnya pendidikan bagi mahasiswa dan pelajar akibat praktek swastanisasi, penggusuran yang semakin marak dialami oleh miskin kota, serta sejumlah persoalan pokok rakyat lain yang semakin bertumpuk, menjadi senjata bagi meluasnya protes rakyat. Dengan berbagai persoalan diatas kita berharap agar kekuatan kemarahan yang dimiliki oleha rakyat Indonesia dapat menjadi suatu senjata untuk maju pada kehidupan yang lebih baik, dan kesejahteraan merata yang bukan hanya bisa dinikmati oleh mereka yang punya duit. Sejarah dan kemajuan yang dialami oleh Brazil, diharapkan bisa dijadikan contoh dan dopping semangat baru bagi rakyat Indonesia.


Referensi:

Dr. Mochtar Mas’oed, Dr. Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada University Press, 1986.

Definisi Demokrasi” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi

Demokrasi Di Brazil” dalam http://rum-omnibus.blogspot.com/2007/12/brazil-transisi-yang-damai-sosialisme.html


Tidak ada komentar: